Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Saya akan menuliskan pengalaman hidup
saya dalam menghadapi keberagaman yang ada di negara kita indonesia. Indonesia
merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan juga sumber daya manusia.
Tempatnya sangat strategis karena dilewati oleh garis khatulistiwa. di
Indonesia terdapat bermacam-macam suku bangsa, ras, agama, keyakinan, ideologi
politik, sosial-budaya, ekonomi, dan jenis kelamin. Sudah kita ketahui bahwa
indonesia mempunyai keanekaragaman yang banyak jadi kita harus mempelajarinya
supaya kita bisa saling memahami dan menghargai satu sama lain sehingga tidak
akan menimbulkan konflik atau pertikaian. Seperti semboyan negara kita “Bhineka
Tunggal Ika” yang artinya “ berbeda-beda tetapi tetap satu jua “ . kita harus
bisa menjalani kehidupan dinegara ini sesuai dengan semboyan yang ada .
semboyan dibuat sebagai panutan negara jadi sudah sepantasnya kita mengikuti
semboyan itu. Adapun maksud dari Keberagaman yaitu suatu kondisi dalam
masyarakat yang terdapat banyak perbedaan dalam berbagai bidang di Indonesia.
Sebagian orang mengatakan, bahwa keberagaman itu indah. Contoh indahnya keberagaman dapat kita lihat dari pemandangan di dalam laut. Pemandangan dalam laut menampilkan berbagai jenis ikan dan karang. Perbedaan itu menampilkan pemandangan yang sangat indah. Pemandangan bawah laut menggambarkan bahwa bangsa Indonesia yang beragam akan lebih indah daripada yang seragam. Pemerintah dan seluruh warga negara Indonesia sebaiknya mendorong keragaman itu menjadi sebuah kekuatan guna mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional.
Keberagaman dalam masyarakat dapat menjadi tantangan karena orang yang berbeda pendapat yang lepas kendali. Tumbuhnya perasaan kedaerahan dan kesukuan dapat berlebihan dan diiringi tindakan yang merusak persatuan dapat mengancam keutuhan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, upaya meningkatkan kerukunan antar suku, pemeluk agama, dan kelompok-kelompok sosial lainnya perlu dilaksanakan. Upaya mewujudkan kerukunan dapat dilakukan melalui dialog dan kerja sama dengan prinsip kebersamaan,kesetaraan,toleransi dan saling menghormati.Faktor penyebab keberagaman suku bangsa dan budaya masyarakat di Indonesia.Kebaragaman masyarakat Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang datang dari dalam maupun luar masyarakat. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor alam, diri sendiri, dan masyarakat . Secara umum keberagaman masyarakat Indonesia disebabkan oleh Letak strategis wilayah Indonesia,Kondisi negara kepulauan, Perbedaan kondisi alam,Keadaan transportasi dan komunikasi, Penerimaan masyarakat terhadap perubahan Hidup itu perbedaan. Siapapun yang tidak mampu hidup dalam perbedaan, akan disingkirkan oleh kehidupan. Kehidupan mencintai perbedaan; kehidupan memberikan kekuatan kepada perbedaan; kehidupan merawat perbedaan, dan menjadikannya sebagai sesuatu yang indah. Menghormati perbedaan membutuhkan jiwa besar, toleransi, empati, dan sikap baik. Sikap yang tidak menghormati perbedaan menjauhkan kehidupan dari rasa damai. Kehidupan yang beragam dan sangat warna-warni ini, bila dicintai, akan menciptakan sukacita dan keamanan. Energi positif mampu menunjukkan pesan positif di dalam interaksi sosial. Kehidupan sehari-hari yang saling menghargai, saling menghormati, dan saling belajar dengan rendah hati, menjadikan kehidupan sosial indah dan damai.
keragaman dan perbedaan, dia akan disingkirkan oleh kehidupan, dan dia tak berdaya tahan lama dalam menghadapi kehidupan. Kehidupan hanya mengizinkan jiwa besar, empati, toleransi, cinta, kepedulian, dan perbedaan, untuk hidup damai di muka bumi.
Melecehkan perbedaan merugikan kehidupan. Sikap dan perilaku yang anti perbedaan, akan mengundang kejahatan dan kerusakan ke dalam hidup. Orang-orang yang anti keragaman dan perbedaan merupakan sumber konflik. Perbedaan adalah kekuatan yang diberikan Tuhan agar kehidupan tumbuh dan berkembang di dalam energi kreatif. Jadi, bila ada yang anti perbedaan, dia sedang mematikan pertumbuhan, dan sedang membawa arah kehidupan mundur .
Perbedaan menciptakan banyak pengalaman. Hidup di dalam perbedaan dan keragaman menjadikan hidup itu kaya pengalaman. Setiap orang bisa saling belajar dan berbagi hal-hal baik. Setiap kelompok bisa berteman dengan kelompok lain, dan saling menghormati perbedaan yang ada. Menghormati sudut pandang, menghormati perbedaan ideologis, menghormati perbedaan fisik, menghormati perbedaan pengetahuan, menghormati keyakinan, menghormati kerumitan sebuah budaya, serta menjadikan diri lebih sederhana, dan rendah hati dalam menyikapi perbedaan. Perbedaan tidak boleh dijadikan alat untuk menindas.
Sebagian orang mengatakan, bahwa keberagaman itu indah. Contoh indahnya keberagaman dapat kita lihat dari pemandangan di dalam laut. Pemandangan dalam laut menampilkan berbagai jenis ikan dan karang. Perbedaan itu menampilkan pemandangan yang sangat indah. Pemandangan bawah laut menggambarkan bahwa bangsa Indonesia yang beragam akan lebih indah daripada yang seragam. Pemerintah dan seluruh warga negara Indonesia sebaiknya mendorong keragaman itu menjadi sebuah kekuatan guna mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional.
Keberagaman dalam masyarakat dapat menjadi tantangan karena orang yang berbeda pendapat yang lepas kendali. Tumbuhnya perasaan kedaerahan dan kesukuan dapat berlebihan dan diiringi tindakan yang merusak persatuan dapat mengancam keutuhan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, upaya meningkatkan kerukunan antar suku, pemeluk agama, dan kelompok-kelompok sosial lainnya perlu dilaksanakan. Upaya mewujudkan kerukunan dapat dilakukan melalui dialog dan kerja sama dengan prinsip kebersamaan,kesetaraan,toleransi dan saling menghormati.Faktor penyebab keberagaman suku bangsa dan budaya masyarakat di Indonesia.Kebaragaman masyarakat Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang datang dari dalam maupun luar masyarakat. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor alam, diri sendiri, dan masyarakat . Secara umum keberagaman masyarakat Indonesia disebabkan oleh Letak strategis wilayah Indonesia,Kondisi negara kepulauan, Perbedaan kondisi alam,Keadaan transportasi dan komunikasi, Penerimaan masyarakat terhadap perubahan Hidup itu perbedaan. Siapapun yang tidak mampu hidup dalam perbedaan, akan disingkirkan oleh kehidupan. Kehidupan mencintai perbedaan; kehidupan memberikan kekuatan kepada perbedaan; kehidupan merawat perbedaan, dan menjadikannya sebagai sesuatu yang indah. Menghormati perbedaan membutuhkan jiwa besar, toleransi, empati, dan sikap baik. Sikap yang tidak menghormati perbedaan menjauhkan kehidupan dari rasa damai. Kehidupan yang beragam dan sangat warna-warni ini, bila dicintai, akan menciptakan sukacita dan keamanan. Energi positif mampu menunjukkan pesan positif di dalam interaksi sosial. Kehidupan sehari-hari yang saling menghargai, saling menghormati, dan saling belajar dengan rendah hati, menjadikan kehidupan sosial indah dan damai.
keragaman dan perbedaan, dia akan disingkirkan oleh kehidupan, dan dia tak berdaya tahan lama dalam menghadapi kehidupan. Kehidupan hanya mengizinkan jiwa besar, empati, toleransi, cinta, kepedulian, dan perbedaan, untuk hidup damai di muka bumi.
Melecehkan perbedaan merugikan kehidupan. Sikap dan perilaku yang anti perbedaan, akan mengundang kejahatan dan kerusakan ke dalam hidup. Orang-orang yang anti keragaman dan perbedaan merupakan sumber konflik. Perbedaan adalah kekuatan yang diberikan Tuhan agar kehidupan tumbuh dan berkembang di dalam energi kreatif. Jadi, bila ada yang anti perbedaan, dia sedang mematikan pertumbuhan, dan sedang membawa arah kehidupan mundur .
Perbedaan menciptakan banyak pengalaman. Hidup di dalam perbedaan dan keragaman menjadikan hidup itu kaya pengalaman. Setiap orang bisa saling belajar dan berbagi hal-hal baik. Setiap kelompok bisa berteman dengan kelompok lain, dan saling menghormati perbedaan yang ada. Menghormati sudut pandang, menghormati perbedaan ideologis, menghormati perbedaan fisik, menghormati perbedaan pengetahuan, menghormati keyakinan, menghormati kerumitan sebuah budaya, serta menjadikan diri lebih sederhana, dan rendah hati dalam menyikapi perbedaan. Perbedaan tidak boleh dijadikan alat untuk menindas.
Ketertutupan menjadi salah satu
sebab kita tidak saling kenal, tidak saling tahu, malah dapat berakibat tidak
saling peduli. Padahal kita sangat beragam. Dalam masalah SARA, suku-agama-ras
dan adat-istiadat misalnya, ketertutupan menjadikan masing-masing kita sebagai
yang terasing, ekslusif, dan cenderung melihat hanya dari sisi bedanya saja.
Salah satu topik diskusi pada media sosial, yang selalu dan selalu menjurus pada menyebar kebencianm konflik dan debat kusir, dan bahkan dibumbui dengan kemarahan dan pertengkaran adalah soal agama. Ini jelas tidak sehat. Sebab selalu akan muncul pihak-pihak yang mengambil kesempatan dalam kesempitan.
Persoalan itu serius, dan ke depan harus segera dipecahkan. Tujuan jangka pendek agar perbedaan tidak untuk dijadikan olok-olok, dilecehan/dihina, apalagi dikucilkan. Perbedaan justru untuk saling menenggang dan berkompetisi dalam aarti sehat dalam segala bidang kehidupan. Tujuan jangka panjang, agar sikap-perilaku keberagamaan kita membuat kita produktif, efektif, namun manusiawi, untuk menggapai kesejahteraan dunia dan akherat!
Ditempat tinggal saya di Pacitan bagian pelosok, saya mengenal aneka kepercayaan yang disebut Kejawen. Kepercayaan tradisional itu mewarnai kehidupan beberapa kalangan masyarakat dimasa sekarang ini. saya mengenal berbagai macam kesenian tradisional seperti karawitan, wayang golek, wayang kulit, wayang orang, ketoprak, dan ada juga acara semacam kuningan, sesaji, selametan, mauludan dan lain-lain. Acara kuningan biasanya sengaja dilaksanakan untuk hewan peliharaan yaitu sapi. Dengan menyajikan nasi kuning dan makanan pelengkap lainnya.adapun sesaji biasanya hanya pada saat awal bulan syawal atau puasa dan pada akhir bulan syawal. Belum diketahui secara pasti itu termasuk kedalam ajaran agama islam atau malah ajaran hindu karna ada unsur kemistikan tertentu pada acara ini. Namun sebagian besar masyarakat di desa saya masih menjaga dan melestarikan budaya adat ini. Selametan merupakan acara apabila ada salah satu keluarga yang mempunyai hajatan tertentu dan mereka mengundang saudara – saudaranya dan juga tetangganya untuk ikut merayakan hajatan tersebut dengan cara doa bersama dan dilanjutkan dengan makan bersama. Kalau untuk acara mauludan ini sudah pasti untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW. didaerah Sekar, Donorojo, Pacitan juga terdapat budaya yang terus dilestarikan oleh masyarakat sekitar yaitu “ Ceprotan “ diperingati setiap 1 tahun sekali. Dan hanya warga masyarakat Desa Sekar yang boleh menjadi pesertanya, karena kalau hal itu dilangggar pasti akan terjadi suatu keanehan yang terjadi. Dan hal ini sudah menjadi keyakinan masyarakat di Desa Sekar. Acaranya sangat menarik ada juga berbagai tari-tarian yang mengawali acara tersebut.
Salah satu topik diskusi pada media sosial, yang selalu dan selalu menjurus pada menyebar kebencianm konflik dan debat kusir, dan bahkan dibumbui dengan kemarahan dan pertengkaran adalah soal agama. Ini jelas tidak sehat. Sebab selalu akan muncul pihak-pihak yang mengambil kesempatan dalam kesempitan.
Persoalan itu serius, dan ke depan harus segera dipecahkan. Tujuan jangka pendek agar perbedaan tidak untuk dijadikan olok-olok, dilecehan/dihina, apalagi dikucilkan. Perbedaan justru untuk saling menenggang dan berkompetisi dalam aarti sehat dalam segala bidang kehidupan. Tujuan jangka panjang, agar sikap-perilaku keberagamaan kita membuat kita produktif, efektif, namun manusiawi, untuk menggapai kesejahteraan dunia dan akherat!
Ditempat tinggal saya di Pacitan bagian pelosok, saya mengenal aneka kepercayaan yang disebut Kejawen. Kepercayaan tradisional itu mewarnai kehidupan beberapa kalangan masyarakat dimasa sekarang ini. saya mengenal berbagai macam kesenian tradisional seperti karawitan, wayang golek, wayang kulit, wayang orang, ketoprak, dan ada juga acara semacam kuningan, sesaji, selametan, mauludan dan lain-lain. Acara kuningan biasanya sengaja dilaksanakan untuk hewan peliharaan yaitu sapi. Dengan menyajikan nasi kuning dan makanan pelengkap lainnya.adapun sesaji biasanya hanya pada saat awal bulan syawal atau puasa dan pada akhir bulan syawal. Belum diketahui secara pasti itu termasuk kedalam ajaran agama islam atau malah ajaran hindu karna ada unsur kemistikan tertentu pada acara ini. Namun sebagian besar masyarakat di desa saya masih menjaga dan melestarikan budaya adat ini. Selametan merupakan acara apabila ada salah satu keluarga yang mempunyai hajatan tertentu dan mereka mengundang saudara – saudaranya dan juga tetangganya untuk ikut merayakan hajatan tersebut dengan cara doa bersama dan dilanjutkan dengan makan bersama. Kalau untuk acara mauludan ini sudah pasti untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW. didaerah Sekar, Donorojo, Pacitan juga terdapat budaya yang terus dilestarikan oleh masyarakat sekitar yaitu “ Ceprotan “ diperingati setiap 1 tahun sekali. Dan hanya warga masyarakat Desa Sekar yang boleh menjadi pesertanya, karena kalau hal itu dilangggar pasti akan terjadi suatu keanehan yang terjadi. Dan hal ini sudah menjadi keyakinan masyarakat di Desa Sekar. Acaranya sangat menarik ada juga berbagai tari-tarian yang mengawali acara tersebut.
Kembali
ke memori lama yaitu dimana waktu saya masih duduk dibangku SMK . lebih tepatnya di SMKN 1 Nawangan . Sekolah tercinta
dimana saya bisa memperoleh ilmu yang bermanfaat dan juga memperoleh sahabat
yang banyak layaknya keluarga sendiri. Disekolah saya terdapat guru pembimbing
yang menganut agama kristen. Walaupun kita berbeda keyakinan namun kita saling
menghormati satu sama lain . disatu sisi guru tersebut yang paling bisa
meluluhkan hati murid- muridnya . karena beliau sangat asik,tegas, baik dan juga
adil kepada setiap muridnya. Itulah yang saya maksud dari uraian saya diawal
kita harus menganut semboyan kita . agar bisa saling memahami dan menghormati
sehingga terjalin kerukunan antara manusia satu dengan manusia lainnya.
Keberagamaan seseorang punya logika dan
alur pikir masing-masing. Tidak mungkin begitu saja disalahkan, atau bahkan
sekedar dikomentari perbedaannya. Ini tentu yang unik. Sebab dengan landasan
itu tiap kelompok orang punya kegiatan sendiri-sendiri.
Misal untuk orang-orang penganut kepercayaan bagaimana ritual yang dilakukan untuk memuja Tuhan, bagimana cara menghormati arwah leluhur, serta juga bagaimana proses-proses kehidupan lahir-nikah-mati. Di sini tak lepas dari sesaji berupa bunga, kadang juga aneka makanan-minuman dan perlengkapan lain. Upacara dan ritual yang berbeda dilakukan umat beagama Kristen Protestan, Katoli, Hindu, Budha, Islam, bahkan Konghuchu.
Pada usia lanjut , selepas tugas karena pensiun, semua kenangan tentang keberagaman dalam kepercayaan/keberagamaan itu sesekali melintas. Saya memiliki beberapa uraian dalam pemahaman dan pengetahuan saya yang sangat terbatas yaitu Tiap agama memiliki praktek ritual dan peribadatan yang berbeda, disertai peralatan dan perangkat bantu yang berbeda pula, Tiap penganut agama ternyata memiliki kesamaan sikap yang memperlihatkan kekhusukan, kesalehan, kebersunguh-sungguhan menyembah Tuhan, serta melakukan sesuai agama dan kepercayaan yang dianut,Tiap agama memiliki organisasi tersendiri, Dengan eksterior maupun interior dan lambang-lambang keagamaan di dalamnya tersendiri pula yang memberi ciri khas yang membedakan dengan rumah ibadah yang lain.
Ketiga kondisi itu menjadi modal sangat baik untuk merajut kebersamaan. Dengan itu kelak kita dapat menepis berbagai kemungkinan gesekan maupun benturan kepentingan, antar agama-inter agama. Dengan itu kita mampu bersama-sama membangun sikap saling percaya, saling mendorong kearah kemajuan, dan saling melindungi.
Dunia kita menyimpan sejarah indah tentang kebersamaan dalam keragaman, antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lainnya, dan antara umat agama satu dengan umat agama yang lainnya. Sejarah itu terjaga secara apik di berbagai generasi. Dikisahkan tentang keindahan sebuah kota damai bernama Aleppo, di kota cantik itu tiap siang dan malam dipentaskan tarian ajaib yang monumental, sebuah tarian spiritual
‘whirling Dervish ‘ yang mendunia, hasil kreasi sastrawan besar yang asketik, Jalaluddin Rumi dan sejumlah pertemuan dahsyatnya bersama Syamsi Tabriz.
Dalam sebuah riwayat Ibnu Jubair pada abad XII disebutkan bahwa kota itu laksana paradise in the earth. Masjid Umawi sendiri dahulu adalah tempat ibadah bangsa Aram yang menyembah Dewa Hadad, mereka adalah bangsa Arab Suryani kuno yang telah ada sejak 3000 tahun sebelum masehi. di sana juga terdapat sumur pembaptisan, dimana orang-orang akan berkumpul untuk melakukan ritual pensucian.
Pada awal abad Masehi, kompleks masjid Umawi berganti menjadi tempat ibadah penyembahan untuk Dewa Jupiter al-Damasqy saat masa Romawi. Ketika agama Kristen berkembang di Damaskus pada abad keempat masehi, tempat tersebut menjadi Gereja yang bernama St. John The Baptish Basilica, maka tidak heran para nasrani banyak juga yang mengunjungi masjid Umawi.
Sejak Islam masuk ke Damaskus, umat Islam dan Kristen sepakat untuk membagi tempat ibadah tersebut menjadi dua bagian: sebelah timur untuk masjid dan sebelah barat untuk gereja. Mereka beribadah bersama-sama dalam satu tempat yang hanya dipisahkan oleh dinding tembok. Umat Islam mengumandangkan adzan, sementara umat Kristen membunyikan lonceng. Kerukunan ini berlangsung kurang lebih selama 70 tahun, atau sampai tahun 705 Masehi. Hingga suatu ketika, khalifah Walid bin Abd Malik menganggap perlu untuk membangun masjid megah sesuai dengan kebutuhan kaum muslim dan pemerintah Islam saat itu.
Kesatuan dalam keragaman lainnya, dinukilkan oleh Imam besar masjid Istiqlal, Prof. DR. KH. Ali Mustafa Yakub, MA., dalam acara ‘Satu Jam Lebih Dekat’ yang disiarkan oleh salah satu televisi nasional, beliau menceritakan pengalaman beliau saat menerima banyak tamu kepala negara. Beliau menggambarkan betapa indahnya kebersamaan dan kerja sama antara umat Islam dengan umat Nasrani, terutama saat merayakan hari besar mereka masing-masing, bila area parkir tidak menampung kendaraan umat Islam dalam halaman masjid Istiqlal, pengurus gereja Katedral membuka pagar dan mempersilakan umat Islam menempati area parkir yang ada di wilayah gereja katedral, demikian pula sebaliknya. Kerukunan ini telah berlangsung beberapa dekade.
Kisah di atas sama persis dengan kebersamaan yang dikisahkan dari kota Aleppo, lantunan suara adzan yang berkumandang dari masjid Istiqlal bertemu santun dengan dentuman bunyi lonceng yang diiringi kidung nyanyian gereja dari gereja Katedral. Kedua rumah Tuhan itu hanya dibatasi oleh jalan raya. Kerukunan yang dibangun keduanya membelah kesunyian angkasa, memecah polusi suara dari kendaraan yang lalu lalang. Lantunan itu mengajak para penganutnya untuk melaksanakan ibadah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Kebersamaan dalam keragaman seperti diatas perlu terus dipertahankan dan diwariskan kepada banyak umat beragama yang beragam. Hal ini jauh lebih baik daripada mekasakan keseragaman, karena pemaksaan tersebut hanya akan melahirkan sikap ketidakadilan hingga kekerasan.
Kisah lain yang menunjukkan kebersamaan dalam keberagaman adalah pelaksanaan ibadah kaum muslimin Aberdeen di gereja Episkopal Santo Yohanes, di Aberdeen, Skotlandia. Gereja tersebut menjadi gereja pertama yang memberikan sebagian ruang bangunannya untuk digunakan umat Islam menjalankan ibadah shalat lima waktu secara berjamaah. Pendeta Isaac Pooblan meminjamkan sebagian ruangan aula gereja kepada Imam Ahmed Megharbi untuk dipergunakan melaksanakan kegiatan ibadah dan dakwah bagi umat Islam. Pendeta Isaac membuka hatinya untuk berbagi rumah tuhan lantaran area masjid yang ada sangat sempit hingga tidak jarang umat Islam beribadah di pinggir jalan.
Pesan keagamaan yang diaplikasikan pendeta Isaac adalah menghargai tetangga dan memperlakukannya dengan baik, tanpa melihat suku, bangsa, agama dan profesinya. Beliau pernah menyaksikan umat Islam melaksanakan shalat lima waktu di ruang terbuka saat salju turun dan cuaca sangat dingin, baginya itu adalah pemandangan yang sangat sulit dilupakan. Pendeta itu yakin bahwa Ia tidak menjalankan imannya jika tidak menawarkan bantuan kepada sesamanya yang membutuhkan.
Sikap penghargaan terhadap perbedaan seperti yang ditunjukkan oleh pendeta Isaac Poobalan di atas sebenarnya juga diajarkan di hampir semua agama, tidak terkecuali Islam. Allah SWT berpesan tentang sikap dan prilaku kepada tetangga melalui firman-Nyadi QS. al-Nisa 4:36 “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun, dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.”
Dalam sebuah riwayat yang disampaikan Ali bin Thalhah dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, dinyatakan bahwa: “Tetangga yang dekat adalah tetangga yang ada hubungan kekerabatan denganmu, sedangkan tetangga yang jauh adalah tetangga yang tidak mempunyai hubungan kekerabatan denganmu.” Begitu pula Nabi Muhammad SAW yang selalu diberi pesan oleh Jibril tentang tetangga, sebagaimana beliau tuturkan dalam sebuah hadis. bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jibril senantiasa berwasiat kepadaku tentang tetangga sampai-sampai aku mengira bahwa ia (tetangga) akan mewarisi.” (HR. Bukhari 6015 dan Muslim 2625). Riwayat yang sangat populer dan selalu disampaikan para pendakwah adalah “Barangsiapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhirat, hendaklah memuliakan tetangganya”. (HR. Bukhari 6016).
Namun ironis, dalil naqli dan aqli sebagaimana ditegaskan secara tersurat di atas, justru diaplikasikan dengan baik oleh pendeta Isaac. Betapa naifnya jika orang Islam sendiri ternyata tidak mampu mengamalkan pesan sakral tersebut hanya karena adanya perbedaan yang sesungguhnya tidak prinsipil. Kisah di atas menuntun kita untuk selalu siap dan bersikap toleran terhadap sesama ciptaan Tuhan, serta tidak menjadikan perbedaan sebagai sumber konflik yang berujung pada prilaku anarkis dan ekstremis.
Perbedaan bukanlah pertentangan, karena ia adalah bagian nyata dari sebuah dinamika kehidupan. Ia terjadi sejak manusia diciptakan, dan akan terus terjadi sepanjang sejarah kehidupa. Konflik yang kerap terjadi sesungguhnya tidak disebabkan oleh perbedaan, tetapi kekauan dan kedangkalan cara pandang dalam memahami perbedaan itu sendiri.
Misal untuk orang-orang penganut kepercayaan bagaimana ritual yang dilakukan untuk memuja Tuhan, bagimana cara menghormati arwah leluhur, serta juga bagaimana proses-proses kehidupan lahir-nikah-mati. Di sini tak lepas dari sesaji berupa bunga, kadang juga aneka makanan-minuman dan perlengkapan lain. Upacara dan ritual yang berbeda dilakukan umat beagama Kristen Protestan, Katoli, Hindu, Budha, Islam, bahkan Konghuchu.
Pada usia lanjut , selepas tugas karena pensiun, semua kenangan tentang keberagaman dalam kepercayaan/keberagamaan itu sesekali melintas. Saya memiliki beberapa uraian dalam pemahaman dan pengetahuan saya yang sangat terbatas yaitu Tiap agama memiliki praktek ritual dan peribadatan yang berbeda, disertai peralatan dan perangkat bantu yang berbeda pula, Tiap penganut agama ternyata memiliki kesamaan sikap yang memperlihatkan kekhusukan, kesalehan, kebersunguh-sungguhan menyembah Tuhan, serta melakukan sesuai agama dan kepercayaan yang dianut,Tiap agama memiliki organisasi tersendiri, Dengan eksterior maupun interior dan lambang-lambang keagamaan di dalamnya tersendiri pula yang memberi ciri khas yang membedakan dengan rumah ibadah yang lain.
Ketiga kondisi itu menjadi modal sangat baik untuk merajut kebersamaan. Dengan itu kelak kita dapat menepis berbagai kemungkinan gesekan maupun benturan kepentingan, antar agama-inter agama. Dengan itu kita mampu bersama-sama membangun sikap saling percaya, saling mendorong kearah kemajuan, dan saling melindungi.
Dunia kita menyimpan sejarah indah tentang kebersamaan dalam keragaman, antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lainnya, dan antara umat agama satu dengan umat agama yang lainnya. Sejarah itu terjaga secara apik di berbagai generasi. Dikisahkan tentang keindahan sebuah kota damai bernama Aleppo, di kota cantik itu tiap siang dan malam dipentaskan tarian ajaib yang monumental, sebuah tarian spiritual
‘whirling Dervish ‘ yang mendunia, hasil kreasi sastrawan besar yang asketik, Jalaluddin Rumi dan sejumlah pertemuan dahsyatnya bersama Syamsi Tabriz.
Dalam sebuah riwayat Ibnu Jubair pada abad XII disebutkan bahwa kota itu laksana paradise in the earth. Masjid Umawi sendiri dahulu adalah tempat ibadah bangsa Aram yang menyembah Dewa Hadad, mereka adalah bangsa Arab Suryani kuno yang telah ada sejak 3000 tahun sebelum masehi. di sana juga terdapat sumur pembaptisan, dimana orang-orang akan berkumpul untuk melakukan ritual pensucian.
Pada awal abad Masehi, kompleks masjid Umawi berganti menjadi tempat ibadah penyembahan untuk Dewa Jupiter al-Damasqy saat masa Romawi. Ketika agama Kristen berkembang di Damaskus pada abad keempat masehi, tempat tersebut menjadi Gereja yang bernama St. John The Baptish Basilica, maka tidak heran para nasrani banyak juga yang mengunjungi masjid Umawi.
Sejak Islam masuk ke Damaskus, umat Islam dan Kristen sepakat untuk membagi tempat ibadah tersebut menjadi dua bagian: sebelah timur untuk masjid dan sebelah barat untuk gereja. Mereka beribadah bersama-sama dalam satu tempat yang hanya dipisahkan oleh dinding tembok. Umat Islam mengumandangkan adzan, sementara umat Kristen membunyikan lonceng. Kerukunan ini berlangsung kurang lebih selama 70 tahun, atau sampai tahun 705 Masehi. Hingga suatu ketika, khalifah Walid bin Abd Malik menganggap perlu untuk membangun masjid megah sesuai dengan kebutuhan kaum muslim dan pemerintah Islam saat itu.
Kesatuan dalam keragaman lainnya, dinukilkan oleh Imam besar masjid Istiqlal, Prof. DR. KH. Ali Mustafa Yakub, MA., dalam acara ‘Satu Jam Lebih Dekat’ yang disiarkan oleh salah satu televisi nasional, beliau menceritakan pengalaman beliau saat menerima banyak tamu kepala negara. Beliau menggambarkan betapa indahnya kebersamaan dan kerja sama antara umat Islam dengan umat Nasrani, terutama saat merayakan hari besar mereka masing-masing, bila area parkir tidak menampung kendaraan umat Islam dalam halaman masjid Istiqlal, pengurus gereja Katedral membuka pagar dan mempersilakan umat Islam menempati area parkir yang ada di wilayah gereja katedral, demikian pula sebaliknya. Kerukunan ini telah berlangsung beberapa dekade.
Kisah di atas sama persis dengan kebersamaan yang dikisahkan dari kota Aleppo, lantunan suara adzan yang berkumandang dari masjid Istiqlal bertemu santun dengan dentuman bunyi lonceng yang diiringi kidung nyanyian gereja dari gereja Katedral. Kedua rumah Tuhan itu hanya dibatasi oleh jalan raya. Kerukunan yang dibangun keduanya membelah kesunyian angkasa, memecah polusi suara dari kendaraan yang lalu lalang. Lantunan itu mengajak para penganutnya untuk melaksanakan ibadah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.
Kebersamaan dalam keragaman seperti diatas perlu terus dipertahankan dan diwariskan kepada banyak umat beragama yang beragam. Hal ini jauh lebih baik daripada mekasakan keseragaman, karena pemaksaan tersebut hanya akan melahirkan sikap ketidakadilan hingga kekerasan.
Kisah lain yang menunjukkan kebersamaan dalam keberagaman adalah pelaksanaan ibadah kaum muslimin Aberdeen di gereja Episkopal Santo Yohanes, di Aberdeen, Skotlandia. Gereja tersebut menjadi gereja pertama yang memberikan sebagian ruang bangunannya untuk digunakan umat Islam menjalankan ibadah shalat lima waktu secara berjamaah. Pendeta Isaac Pooblan meminjamkan sebagian ruangan aula gereja kepada Imam Ahmed Megharbi untuk dipergunakan melaksanakan kegiatan ibadah dan dakwah bagi umat Islam. Pendeta Isaac membuka hatinya untuk berbagi rumah tuhan lantaran area masjid yang ada sangat sempit hingga tidak jarang umat Islam beribadah di pinggir jalan.
Pesan keagamaan yang diaplikasikan pendeta Isaac adalah menghargai tetangga dan memperlakukannya dengan baik, tanpa melihat suku, bangsa, agama dan profesinya. Beliau pernah menyaksikan umat Islam melaksanakan shalat lima waktu di ruang terbuka saat salju turun dan cuaca sangat dingin, baginya itu adalah pemandangan yang sangat sulit dilupakan. Pendeta itu yakin bahwa Ia tidak menjalankan imannya jika tidak menawarkan bantuan kepada sesamanya yang membutuhkan.
Sikap penghargaan terhadap perbedaan seperti yang ditunjukkan oleh pendeta Isaac Poobalan di atas sebenarnya juga diajarkan di hampir semua agama, tidak terkecuali Islam. Allah SWT berpesan tentang sikap dan prilaku kepada tetangga melalui firman-Nyadi QS. al-Nisa 4:36 “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun, dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.”
Dalam sebuah riwayat yang disampaikan Ali bin Thalhah dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, dinyatakan bahwa: “Tetangga yang dekat adalah tetangga yang ada hubungan kekerabatan denganmu, sedangkan tetangga yang jauh adalah tetangga yang tidak mempunyai hubungan kekerabatan denganmu.” Begitu pula Nabi Muhammad SAW yang selalu diberi pesan oleh Jibril tentang tetangga, sebagaimana beliau tuturkan dalam sebuah hadis. bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jibril senantiasa berwasiat kepadaku tentang tetangga sampai-sampai aku mengira bahwa ia (tetangga) akan mewarisi.” (HR. Bukhari 6015 dan Muslim 2625). Riwayat yang sangat populer dan selalu disampaikan para pendakwah adalah “Barangsiapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhirat, hendaklah memuliakan tetangganya”. (HR. Bukhari 6016).
Namun ironis, dalil naqli dan aqli sebagaimana ditegaskan secara tersurat di atas, justru diaplikasikan dengan baik oleh pendeta Isaac. Betapa naifnya jika orang Islam sendiri ternyata tidak mampu mengamalkan pesan sakral tersebut hanya karena adanya perbedaan yang sesungguhnya tidak prinsipil. Kisah di atas menuntun kita untuk selalu siap dan bersikap toleran terhadap sesama ciptaan Tuhan, serta tidak menjadikan perbedaan sebagai sumber konflik yang berujung pada prilaku anarkis dan ekstremis.
Perbedaan bukanlah pertentangan, karena ia adalah bagian nyata dari sebuah dinamika kehidupan. Ia terjadi sejak manusia diciptakan, dan akan terus terjadi sepanjang sejarah kehidupa. Konflik yang kerap terjadi sesungguhnya tidak disebabkan oleh perbedaan, tetapi kekauan dan kedangkalan cara pandang dalam memahami perbedaan itu sendiri.
Menyikapi
keragaman budaya di Indonesia
Dalam menyikapi kebudayaan yang beragam di Negara Indonesia, kita bisa melihat beberapa penelitian yang sudah dilakukan oleh para pemikir kita, seperti apa yang telah dilakukan oleh lembaga penelitian kebudayaan Indonesia yang kita kenal dengan LIPI (Lembaga Ilmu dan Penelitian Indonesia), yang kemudian berkesimpulan bahwa sesungguhnya keberagaman budaya yang kita miliki harus kita lestarikan, karena hal itu merupakan ciri khas bangsa Indonesia, dengan keberagaman itulah Indonesia akan jaya.
Sejalan degan hal itu, UNESCO juga telah mendeklarasikan akan pentingnya menjaga sebuah keanekaragaman dalam berbudaya, sebagaimana yang kami kutip dalam Harian Kompas yang kami akses di internet, bahwa deklarasi tersebut telah terjadi tanggal 20 november 2001 di paris prancis. Deklarasi tersebut mempunyai dua tujuan yakni melestarikan keanekawarnaan budaya sebagai harta hidup yang dapat diperbarui sehingga tidak boleh dianggap warisan yang tidak berubah, melainkan sebagai proses yang menjamin kelangsungan hidup manusia. Tujuan lain adalah untuk menghindari segregasi dan fundamentalisme yang ingin menghalalkan perbedaan atas nama kebudayaan sehingga bertentangan dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Tambahan pula, keberagaman budaya bangsa Indonesia memberikan nilai estetika tersendiri dalam tatanan kehidupan, sehingga dengan begitu nilai-nilai kebudayaan semakin berkembang dengan diikuti oleh nilai-nilai toleransi dalam masyarakat kita.
Adapun dalam menyikapi keberagaman budaya di Indonesia, kita tidak akan terlalu dibuat repot, karena sejauh ini, di tengah keragaman budaya yang menyelimuti bangsa ini, kita tidak pernah dihadapkan dengan pertentangan atau perseteruan dikalangan pemegang budaya masing-masing. Karena pada hakikatnya keragaman tersebut telah diatur dalam undang-undang dasar yang kemudian menyatukannya dalam sebuah wadah yakni kebudayaan nasional atau kebudayaan bangsa. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pergulatan antara budaya kita yang beragam ini dengan budaya dari luar yakni budaya asing, yang mana dewasa ini sedang keras-kerasnya arus akulturasi budaya luar menyerang kebudayaan negeri kita. Sehingga kita sering dihadapkan dengan keadaan budaya kita yang terkadang kita temukan di ujung tanduk.
Pergulatan budaya kita dengan budaya luar lebih disebabkan dan dimulai dengan dijajahnya bangsa kita oleh beberapa Negara Eropa, yang mana hal ini telah memakan sebagian dari budaya kita, yang sampai kita merdeka, hal itu tetap berjalan karena keterlenaan kita menikmati permainan mereka, sehingga muncullah sebagaimana yang dikatakan M. tasrif dalam artikel beliau istilah kebudayaan dan relasi yang timpang.
Lantas bagaimanakah cara kita menghilangkan relasi yang timpang tersebut?. Dewasa ini, ada dua bentuk sikap yang muncul untuk melakukan perubahan, pertama adalah sikap reaktif yakni dengan cara menolak dan bahkan kalau dapat menghancurkan produk-produk kebudayaan luar. Yang kedua adalah sikap kreatif yakni menjadikan produk kebudayaan luar sebagai bahan untuk diolah kembali secara kreatif dan disesuaikan dengan kebudayaan saetempat. Dalam orientasinya sikap yang pertama sejauh ini tidak memberikan hasil apapun, bahkan semakin memperburuk keadaan seperti hilangnya nyawa dan harta, hal inilah yang dewasa ini kita kenal dengan terorisme. Adapun yang kedua lebih efektif, karena dengan hal itu kita bisa bersaing dengan kebudayaan luar meski awalnya kita awali dengan mengambil budayanya.
Dalam proses kreatif ini, Ki Hajar Dewantara mengemukakan tiga hal yang dikenal dengan “tri-kon”, yaitu: konsentrisitas, kontinuitas, dan konvergensi. Dimana yang pertama bermakna menekankan adanya sesuatu inti (sentrum) dari mana suatu budaya mulai digerakkan. Dan yang kedua bermakna menunjuk perkembangan suatu kebudayaan dalam waktu: hari ini adalah lanjutan hari lampau dan akan berlanjut ke hari esok. Adapun yang ketiga adalah menunjuk gerak kebudayaan dalam ruang, dimana kebudayaan yang berbeda-beda akan menuju ke satu kebudayaan dunia yakni kebudayaan umat manusia.
Dengan demikian dalam menyikapi kebudayaan bangsa kita yang beragam ini, perlu adanya kesadaran diri untuk mencintai budaya sendiri dengan tidak terlalu membudayakan budaya luar, misalnya dengan menggali nilai-nilai inti atau idiologi bangsa kita, (dalam hal ini pancasila) guna membentuk sebuah ukuran bermu’amalah dari nilai dasar tersebut agar tercipta sebuah budaya yang mengakar dalam inti ideologi tersebut yang pada hakikatnya menjadi ruh bangsa Indonesia sendiri.
Dari uraian di atas dapat kita ambil beberapa kesimpulan bahwa kebudayaan Indonesia adalah kebudayaan bersama yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang merupakan puncak tertinggi dari kebudayaan-kebudayaan daerah. Kebudayaan nasional sendiri memiliki banyak bentuk karena pada daasarnya berasal dari jenis dan corak yang beraneka ragam, namun hal itu bukanlah menjadi masalah karena dengan hal itulah bangsa kita memiliki karakteristik tersendiri.
Untuk memelihara dan menjaga eksistensi kebudayaan bangsa kita, kita bisa melakukan banyak hal seperti mengadakan lomba-lomba dan seminar-seminar yang bernafaskan kebudayaan nasional sehigga akan terjagalah kebudayaan kita dari keterpurukan karena persaingan dengan budaya luar. Dan dalam menyikapi keberagaman yang ada kita harus bisa bercermin pada inti kebudayaan kita yang beragam itu karena pada dasarnya segalanya bertolak pada ideology pancasila.
Dalam menyikapi kebudayaan yang beragam di Negara Indonesia, kita bisa melihat beberapa penelitian yang sudah dilakukan oleh para pemikir kita, seperti apa yang telah dilakukan oleh lembaga penelitian kebudayaan Indonesia yang kita kenal dengan LIPI (Lembaga Ilmu dan Penelitian Indonesia), yang kemudian berkesimpulan bahwa sesungguhnya keberagaman budaya yang kita miliki harus kita lestarikan, karena hal itu merupakan ciri khas bangsa Indonesia, dengan keberagaman itulah Indonesia akan jaya.
Sejalan degan hal itu, UNESCO juga telah mendeklarasikan akan pentingnya menjaga sebuah keanekaragaman dalam berbudaya, sebagaimana yang kami kutip dalam Harian Kompas yang kami akses di internet, bahwa deklarasi tersebut telah terjadi tanggal 20 november 2001 di paris prancis. Deklarasi tersebut mempunyai dua tujuan yakni melestarikan keanekawarnaan budaya sebagai harta hidup yang dapat diperbarui sehingga tidak boleh dianggap warisan yang tidak berubah, melainkan sebagai proses yang menjamin kelangsungan hidup manusia. Tujuan lain adalah untuk menghindari segregasi dan fundamentalisme yang ingin menghalalkan perbedaan atas nama kebudayaan sehingga bertentangan dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Tambahan pula, keberagaman budaya bangsa Indonesia memberikan nilai estetika tersendiri dalam tatanan kehidupan, sehingga dengan begitu nilai-nilai kebudayaan semakin berkembang dengan diikuti oleh nilai-nilai toleransi dalam masyarakat kita.
Adapun dalam menyikapi keberagaman budaya di Indonesia, kita tidak akan terlalu dibuat repot, karena sejauh ini, di tengah keragaman budaya yang menyelimuti bangsa ini, kita tidak pernah dihadapkan dengan pertentangan atau perseteruan dikalangan pemegang budaya masing-masing. Karena pada hakikatnya keragaman tersebut telah diatur dalam undang-undang dasar yang kemudian menyatukannya dalam sebuah wadah yakni kebudayaan nasional atau kebudayaan bangsa. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana pergulatan antara budaya kita yang beragam ini dengan budaya dari luar yakni budaya asing, yang mana dewasa ini sedang keras-kerasnya arus akulturasi budaya luar menyerang kebudayaan negeri kita. Sehingga kita sering dihadapkan dengan keadaan budaya kita yang terkadang kita temukan di ujung tanduk.
Pergulatan budaya kita dengan budaya luar lebih disebabkan dan dimulai dengan dijajahnya bangsa kita oleh beberapa Negara Eropa, yang mana hal ini telah memakan sebagian dari budaya kita, yang sampai kita merdeka, hal itu tetap berjalan karena keterlenaan kita menikmati permainan mereka, sehingga muncullah sebagaimana yang dikatakan M. tasrif dalam artikel beliau istilah kebudayaan dan relasi yang timpang.
Lantas bagaimanakah cara kita menghilangkan relasi yang timpang tersebut?. Dewasa ini, ada dua bentuk sikap yang muncul untuk melakukan perubahan, pertama adalah sikap reaktif yakni dengan cara menolak dan bahkan kalau dapat menghancurkan produk-produk kebudayaan luar. Yang kedua adalah sikap kreatif yakni menjadikan produk kebudayaan luar sebagai bahan untuk diolah kembali secara kreatif dan disesuaikan dengan kebudayaan saetempat. Dalam orientasinya sikap yang pertama sejauh ini tidak memberikan hasil apapun, bahkan semakin memperburuk keadaan seperti hilangnya nyawa dan harta, hal inilah yang dewasa ini kita kenal dengan terorisme. Adapun yang kedua lebih efektif, karena dengan hal itu kita bisa bersaing dengan kebudayaan luar meski awalnya kita awali dengan mengambil budayanya.
Dalam proses kreatif ini, Ki Hajar Dewantara mengemukakan tiga hal yang dikenal dengan “tri-kon”, yaitu: konsentrisitas, kontinuitas, dan konvergensi. Dimana yang pertama bermakna menekankan adanya sesuatu inti (sentrum) dari mana suatu budaya mulai digerakkan. Dan yang kedua bermakna menunjuk perkembangan suatu kebudayaan dalam waktu: hari ini adalah lanjutan hari lampau dan akan berlanjut ke hari esok. Adapun yang ketiga adalah menunjuk gerak kebudayaan dalam ruang, dimana kebudayaan yang berbeda-beda akan menuju ke satu kebudayaan dunia yakni kebudayaan umat manusia.
Dengan demikian dalam menyikapi kebudayaan bangsa kita yang beragam ini, perlu adanya kesadaran diri untuk mencintai budaya sendiri dengan tidak terlalu membudayakan budaya luar, misalnya dengan menggali nilai-nilai inti atau idiologi bangsa kita, (dalam hal ini pancasila) guna membentuk sebuah ukuran bermu’amalah dari nilai dasar tersebut agar tercipta sebuah budaya yang mengakar dalam inti ideologi tersebut yang pada hakikatnya menjadi ruh bangsa Indonesia sendiri.
Dari uraian di atas dapat kita ambil beberapa kesimpulan bahwa kebudayaan Indonesia adalah kebudayaan bersama yang dimiliki oleh bangsa Indonesia yang merupakan puncak tertinggi dari kebudayaan-kebudayaan daerah. Kebudayaan nasional sendiri memiliki banyak bentuk karena pada daasarnya berasal dari jenis dan corak yang beraneka ragam, namun hal itu bukanlah menjadi masalah karena dengan hal itulah bangsa kita memiliki karakteristik tersendiri.
Untuk memelihara dan menjaga eksistensi kebudayaan bangsa kita, kita bisa melakukan banyak hal seperti mengadakan lomba-lomba dan seminar-seminar yang bernafaskan kebudayaan nasional sehigga akan terjagalah kebudayaan kita dari keterpurukan karena persaingan dengan budaya luar. Dan dalam menyikapi keberagaman yang ada kita harus bisa bercermin pada inti kebudayaan kita yang beragam itu karena pada dasarnya segalanya bertolak pada ideology pancasila.
Sekian uraian dari saya, bila ada kata
yang salah saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Namun apabila ada kebaikan
didalamnya itu berasal dari Allah SWT.
Wassalamu’alaikum
wr.wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar